Sekitar Pariwisata Indonesia dan ASEAN

Berakhirnya Kejayaan VIY 1991 Menyongsong VAY 1992

NADINARASI.COMPengantar: Artikel ini telah diterbitkan oleh Koran “Pikiran Rakyat”, edisi Sabtu Wage, 11 Januari 1992

….

Oleh Kusnadi

Bacaan Lainnya

Era kejayaan Visit Indonesia Year 1991 (VIY ’91) telah berakhir. Meskipun demikian, kesempatan Indonesia dalam memasarkan produk pariwisata akan terus berlanjut. Di balik berakhirnya VIY ’91, kini pariwisata Indonesia akan kembali bangkit, tampil lewat panggung Visit ASEAN Year 1992 (VAY ‘92). Beruntungnya, tahun kunjungan wisata yang sekaligus melibatkan langsung Indonesia adalah kesempatan emas bagi pariwisata Indonesia guna terus semakin memperluas jaringan pemasaran hingga ke segala penjuru dunia. Dengan kesempatan ini diharapkan pariwisata Indonesia mampu mematrikan daya pikatnya dalam menggaet wisatawan mancanegara (Wisman) semaksimal mungkin.

Berlalunya VIY ’91, dapat digunakan sebagai indikator bagi pariwisata Indonesia dalam menyambut dan menghadapi VAY ’92. Erat kaitannya dengan hal tersebut, pariwisata Indonesia perlu lebih menyempurnakan diri untuk tampil menjadi Daerah Tujuan Wisata (DTW) yang lebih bergengsi sebagai “surga” dunia. Dengan demikian, keberadaannya benar-benar mampu dijadikan komoditas andalan sebagai sumber devisa negara. Bukan sesuatu yang berlebihan untuk mengharapkan hal itu, karena keindahan kepulauan Indonesia memiliki berjuta-juta ragam dalam macam dan bentuk daerah pariwisata yang cukup elok.

Fakta berhasilnya Indonesia menjadi tuan rumah lima events wisata tingkat internasional dan regional dalam waktu yang relatif singkat antara Januari dan April 1991, dan dipilihnya Indonesia sebagai tuan rumah pada sidang umum World Turism Orgazation (WTO) tahun 1993 mendatang, adalah cermin penilaian dunia terhadap keberhasilan pariwisata Indonesia di mata internasional. Kelima events wisata tersebut termasuk ASEAN Turism Forum di Bandung, dan PATA (Pacific Asia Travel Association) Travel Mart 1991 di Jakarta. Kemudian disusul dengan PATA Board Meeting, PATA Chapters Wolrd Congress dan PATA Conference ke-40, yang ketiganya diadakah di Bali. Fenomena ini sangat bisa memperkuat pengakuan dunia terhadap kredibilitas pariwisata Indonesia di forum internasional. Maka cukup relevan dan masuk akal bila Indonesia secara aklamasi pada Sidang Umum WTO (Badan Pariwisata Dunia) di Buenos Aires (Argentina) baru-baru ini, dipilih sebagai tuan rumah pada Sidang Umum WTO ke-10 tahun 1993 yang direncanakan akan diadakan di Bali. Ini merupakan suatu kesempatan yang cukup baik bagi Indonesia untuk semakin memperluas promosi pariwisata Indonesia pada pentas internasional. Dengan demikian, hal tersebut akan mampu mendukung upaya menjadikan pariwisata Indonesia sebagai komoditas andalan bagi sumber devisa negara.

Arah Positif

Perkembangan parisata Indonesia saat ini sedang mengalami tren peningkatan yang cukup menggembirakan. Terutama menginjak pada Repelita V ini, peningkatan jumlah Wisman naik secara optimis. Yakni, bila dari tahun 1988 (tahun terakhir Repelita IV) sampai dengan tahun 1989 (tahun pertama Repelita V) peningkatan jumlah Wisman sebesar 25 persen, maka menginjak pada tahun 1990 (tahun kedua Repelita V) jumlah Wisman meningkat dengan 34 persen, atau 15 persen melebihi target yang ditetapkan.Begitu juga di tahun 1991, jumlah Wisman diproyeksikan hingga akhir tahun akan mencapai 2.544.811 orang. Meskipun dipengaruhi oleh berkecamuknya Krisis Teluk, jumlah Wisman di tahun 1991 akan mampu melebihi target yang ditetapan sebesar 2,4 juta orang. Hal ini menunjukkan arah positif bagi perkembangan pariwisata Indonesia pada masa-masa mendatang.

Kenaikan secara optimis jumlah Wisman tersebut, boleh dikata sangat erat kaintannya dengan dicanangkannya pelaksanaan program Kampanye Nasional Sadar Wisata (KNSW)  di seluruh Indonesia. Program tersebut pada pokoknya berintikan pada pelaksanaan Sapta Pesona, yaitu Aman, Tertib, Bersih, Sejuk, Indah, Ramah-tamah, dan Kenangan. Di samping itu, telah terselesaikannya Undang-Undang (UU) No. 9/90 tentang Kepariwisataan, juga akan mendukung peningkatan keterpaduan pengaturan kelembagaan, keimigrasian, penerbangan, dan perizinan usaha pariwisata. Dengan kata lain, keberhasilan tersebut tidak terlepas dari kekompakan peran antara pemerintah dengan masyarakat Indonesia. Kekompakan inilah yang dapat membawa dampak positif pada penerimaan devisa bagi negara yang dari tahun ke tahun tampak kian meningkat pertumbuhannya. Hal ini tak lain adalah karena arus Wisman yang terus semakin meningkat jumlahnya.

Dampak positif pada penerimaan devisa tersebut adalah bisa mulai dilihat pada keberhasilan pariwisata Indonesia Repelita IV. Rata-rata pertumbuhan penerimaan devisa dari sektor pariwisata Indonesia saat itu mencapai 19,6 persen per tahun. Angka ini lebih besar dari rata-rata pertumbuhan arus wisata mancanegara yang hanya sebesar 15,3 persen per tahun. Yakni jika pada awal Repelita IV nilai devisa dari sub-sektor pariwisata mencapai US$ 519,7 juta, maka pada akhir Repelita IV (1988) telah mencapai US$ 1.027,8 juta.

Lebih hebat lagi setelah memasuki Repelita V, kenaikan penerimaan devisar sektor pariwisata Indonesia mengalami peningkatan yang cukup berarti. Yakni kalau dari tahun terakhir Repelita IV (1988) memasuki tahun pertama Repelita V (1989) penerimaan devisa meningkat sebesar 25 persen, maka memasuki tahun ke-2 Repelita V melonjak hingga 64 persen pada tahun 1990. Sedangkan penerimaan devisa sektor pariwisata untuk tahun 1991 belum terealisasi, namun telah diproyeksikan akan mencapai US$ 2.300 juta. Hal ini sangat memberi petunjuka betapa seriusnya pariwisata Indonesia telah menuju pada arah positif dengan skala kenaikan yang cukup mentap.

Di sisi lain, meningkatnya perkembangan pariwisata Indonesia yang cukup meyakinkan ini telah membantu secara nyata dalam perluasan kesempatan kerja. Sebagai contoh, pada tahun 1989 misalnya, jumlah tenaga kerja yang diserap oleh sektor pariwisata mencapai 717.269 orang. Kemudian di tahun 1990 meningkat menjadi 897.436 orang, atau naik sebesar 25,1 persen. Selanjutnya, suatu hal menarik yang membuat kebanggaan tersendiri bagi pariwisata Indonesia adalah memperhatikan tujuan Wisman datang ke Indonesia. Menurut data yang ada, ternyata ‘berlibur’ adalah tujuan utama bagi sebagian besar Wisman datang ke Indonesia. Sebagai contoh dari hasil statistik Wisman yang datang ke Indonesia tahun 1988, tujuan “Berlibur” menduduki persentase sebesar 77,7 persen. Sisanya bertujuan bisnis, tugas kantor, menghadiri pertemuan, pendidikan, serta alasan-alasan lain. Kemudian data lain menunjukkan, untuk tahun 1989/90 tujuan “Berlibur” naik menduduki persentase sebesar 81,1 persen. Hal ini mencerminkan betapa termashurnya keindahan dan keelolak Daerah Wisata Indonesia, telah diakui dunia dengan daya pikat tersendiri pada pentas internasional hingga mampu menarik simpati Wisman untuk berlibur ke Indonesia.

Suksesnya VIY ‘91

Telah banyak disinggung di atas tentang keberhasilan pariwisata Indonesia yang dapat membawa arah positif bagi perkembangan sektor pariwisata Indonesia di masa-masa mendatang. Keberhasilan yang berkesinambungan dari tahun ke tahun tersebut sangat menopang bagi suksesnya VIY ’91 dengan skala penilaian yang bolah dikata cukup optimis.

Boleh bangga melihat keberhasilan VIY ’91. Meskipun keberadaannya sempat diganjal oleh situasi dunia yang kurang aman akibat krisis Teluk hingga beberapa bulan, namun proyeksi keberhasilannya optimis melebihi sasaran yang ditargetkan. Angka realisasi jumlah Wisman dari Januari sampai dengan Oktober 1991 telah mencapai 1.995.811 orang. Jumlah ini baru dipantau dari pintu masuk resmi yang terdata, belum lagi dari pintu masuk tidak terdata, misalnya pada perbatasan negara atau pelabuhan laut lainnya yang tersebar di seluruh wilayah nusantara.

Kemudian jumlah Wisman yang datang ke Indonesia untuk bulan November 1991 melalui pintu masuk resmi yang terdata, diperkirakan akan mencapai 228.000 orang. Sedangkan untuk bulan Desember 1991 diperkirakan mencapai 261.000 orang, bahkan bisa melebihi jumlah proyeksi tersebut, mengingat bulan tersebut bertepatan dengan hari Natal dan Tahun Baru. Selanjutnya jumlah Wisman yang datang dari pintu masuk tidak terdata lainnya, dari Januari sampai dengan Desember 1991 diperkirakan mencapai 60.000 orang, sehingga secara kumulatif arus Wisman yang datang ke Indonesia selama VIY ’91 akan mencapai jumlah sebesar 2.544.811 orang, atau sebesar 144.811 Wisman lebih banyak dari target yang ditetapkan.

Sangat wajar dan cukup bisa dimengerti bila dalam tahun 1991 arus Wisman yang datang ke Indonesia dari tahun sebelumnya hanya mengalami kenaikan sebesar 17 persen. Penyebab utamanya adalah karena pada empat bulan pertama tahun 1991 arus Wisman sempat terganggu akibat Perang Teluk kederasan kedatangannya menurun drastis sampai 13,8 persen, yakni hanya mencapai 550.500 Wisman. Meskipun demikian, hal tersebut patut dicatat sebagai suatu prestasi yang cukup berharga bagi pariwisata Indonesia dalam menyukseskan VIY ’91, yang mana telah berhasil menambal ganjalan akibat Krisis Teluk yang cukup mengganggu arus Wisman. Bisa dibayangkan betapa arus Wisman bisa jadi akan masuk membludak ke Indonesia bila Krisis Teluk tidak berkecamuk.

Dalam hal penerimaan devisa dari sektor pariwisata selama VIY ’91, menurut Menparpostel, kepariwisataan akan mampu berada pada kedudukan ke-3 setelah minyak, dan gas bumi. Diproyeksikan, dengan mengambil besar pembelanjaan rata-rata per pariwisata untuk satu kali kunjungan sebesar US$966,81 berdasarkan hasil survei BPS tahun 1990, maka tahun 1991 diperkirakan kepariwisataan akan menghasilkan US$ 2,3 miliar (Suara Pembaruan, 15/12/91). Sungguh luar biasa prestasi kepariwisataan Indonesia yang nyata-nyata akan mampu menjadi komoditas andalan bagi penerimaan devisa negara. Dengan suksesnya keberhasilan VIY ’91 ini, tentu akan membawa dampak positif bagi prospek pariwisata Indonesia pada periode-periode yang akan datang, khususnya dalam menyongsong dan menghadapi Visit ASEAN Year 1992 ini.

Prospek VAY ‘92

Gema Visit ASEAN Year 1992 (VAY ’92) sebenarnya telah mendengun sejak awal tahun 1991. Berawal dari ASEAN Travel Forum (ATF) di Bandung bulan Januari 1991, enam negara ASEAN bersepakat mengadakan promosi bersama. Al-hasil, kesepakatan pun tercetus guna menjadikan ASEAN sebagai DTW di kawasan Asia-Pasifik yang cukup menarik dalam taraf industri pariwisata internasional.

Motivasi lain, keberhasilan DTW kawasan lain pun cukup memancing ASEAN untuk turut menjiplak keberhasilannya. Contoh yang gampang adalah keberhasilan kawasan Asia Tengah dan Karibia. Asia Tengah yang beranggotakan antara lain Nepal, Katmandu, Kasmir, RRC, dan India, memiliki DTW dengan obyek wisata di seputar pegunungan Monteverest. Sebelum menjadi obyek wisata terkenal, mereka melakukan promosi pariwisata bersama. Kemudian Karibia yang kaya dengan obyek pariwisata bahari, mereka juga melakukan cara yang sama dalam mencapai prestasi pariwisatanya, yakni dengan promosi bersama pula. Kini kawasan Karibia tersiar sebagai obyek pariwisata yang menonjol di dunia. Hal serupa kini juga akan dilakukan oleh ASEAN, dengan harapan dapat mencapai sukses seperti halnya keberhasilan kawasan wisata tersebut tentunya.

Melihat situasi dan kondisi pariwisata dunia akhir-akhir ini, membawa keyakinan bagi cerahnya proses VAY ’92. Perkembangan pariwisata dunia mengalami pertumbuhan pesat. Menurut WTO, jumlah kedatangan turis sedunia naik sebesar 6,2 persen pada tahun 1990, yaktni mencapai 425 juta turis. Sedangkan penghasilan pariwisata sedunia naik sebesar 9,8 persen menjadi US$ 230 miliar. Bahkan WTO memperkirakan para tahun 1992, industri pariwisata dunia akan menghasilkan sekitar US$ 300 miliar dengan tenaga kerja 112 juta orang (6,5 persen dari tenaga kerja dunia) dengan total investasi sebesar US$ 350 miliar (7,3 persen dari jumlah penanaman modal dunia). Betapa cukup meyakinkan situasi pariwisata dunia bagi susksesnya VAY ’92.

Selain itu, dari kawasan ASEAN sendiri telah memperlihatkan prestasi dan kemampuannya dalam menggaet Wisman dan meraup devisa. Hasil survei pariwisata ASEAN untuk tahun 1990 yang disusun oleh Pusat Informasi ASEAN (ASEAN Tourism Information Center) bermarkas di Kuala Lumpur, Malaysia, berkesimpulan bahwa industri pariwisata negara ASEAN untuk tahun 1990 telah mencatat prestasi yang menggembirakan. Yakni, kedatangan Wisman berhasil mencapai 21,698 juta atau naik sebesar 29 persen dari tahun 1989. Jumlah ini adalah jumlah terbesar dalam sejarah pariwisata ASEAN selama ini. Maka tak ada yang perlu diragukan lagi untuk mengharap optimis cerahnya prospek VAY ’92, karena data yang ada cukup mendukungnya.

Semua fenomena tersebut sangat bisa dijadikan indikator bagi keberhasilan VAY ’92. Perkembangan pariwisata dunia yang kian membaik, serta keadaaan pariwisata ASEAN yang terus meningkat, adalah cermin petunjuk, sekaligus kunci bagi kemungkinan suksesnya VAY ’92. Diramalkan, jumlah kedatangan turis ke ASEAN dalam VAY ’92 akan mencapai 23 juta turis.  Jumlah ini bukan suatu harapan mustahil bagi ASEAN. Kalau tahun 1990 ASEAN bisa dikunjungi sekitar 20 juta turis, kenapa tahun 1992 tidak? Apalagi VAY ’92 ini bertepatan dengan ulang tahun ke-25. Maka tak pelak ramalah tersebut akan mudah terlampaui. Kita pun yakin, dengan kemajuan yang mantap dan kecenderungan untuk bersatu antar-negara ASEAN dalam menangani VAY ’92 ini. Maka bukan suatu hal yang berlebihnan guna menghasilkan pemasaran pariwisata yang cukup tinggi nilainya, terutama dalam menggaet Wisman dan meraup devisa seperti yang diharapkan.

Peluang dan Tangangan bagi Indonesia

Erat kaintannya dengan hal di atas, sebagai anggota ASEAN, Indonesia mempunyai peluang yang cukup besar dalam turut mengambil bagian “kue” dari VAY ’92. Namun tanpa penyediaan fasilitas, mutu, dan pelayanan pariwisata yang seimbang, tentunya sulit untuk mengharap “kue” VAY ’92 dengan jumlah yang diharapkan. Hal ini cukup menantang bagi Indonesia untuk lebih memperhatikan memperhatikan dan menengok kembali kondisi pariwisatanya untuk semakin ditingkatkan keberadaannya.

Pariwisata Indonesia dalam VAY ’92 memang cukup mempunyai peluang yang amat besar. Apalagi keberadaannya menyusul VIY ’91 yang berarkhir dengan kesuksesan, maka kesempatan ini cukup tepat bagi Indonesia untuk terus menggenjot pendapatannya melalui pariwisata dan menggelar promosi sebagai wahana guna menjadikan pariwisata Indonesia sebagai komoditas andalan bagi negara.

Secara umum peluang Indonesia dalam VAY ’92 ini dapat digolongkan menjadi dua bagian, yakni peluang jangka pendek, dan peluang jangka panjang. Peluang jangka pendek adalah dengan mamanfaatkan kesempatan yang ada pada VAY ’92 guna meraup devisa dengan segera sebagai penerimaan negara. Berkaitan dengan peluang ini, Indonesia memiliki kelebihan berbagai obyek pariwisata sehingga dapat lebih cepat menarik manfaat berupa devisa yang secepatnya bisa dirasakan baik oleh masyarakat maupun negara. Bisa jadi dengan modal keindahan alam pun, Indonesia mampu menghasilkan jutaan bahkan miliar dolar dalam waktu yang relatif singkat. Kesempatan ini harus dapat dimanfaatkan semaksimal mungkin, menjadi “aji mumpung” untuk dapat menarik manfaat daalam berbagai bentuk pada kesempatan yang tepat ini. Selagi ada kesempatan yang baik, maka perlu dimanfaatkan sebaik mungkin meskipun dalam waktu yang relatif pendek.

Kemudian untuk peluang jangka panjang, adalah selain memanfaatkan VAY ’92 seperti pada peluang jangka pendek, juga memanfatkan semaksimal mungkin kesempatan tersebut sebagai ajang atau panggung dalam menggelar dan menyiarkan promosi pariwisata Indonesia dalam forum internasional. Peluang ini memang tidak dapat dirasakan manfaatnya sekarang juga, melainkan untuk jangka panjang. Dengan promosi ini diharapkan obyek wisata Indonesia mampu menjadi DTW yang terkenal hingga ke segala penjuru dunia. Dengan demikian, akan mampu memperluas jaringan pemasaran pariwisata guna mendukung masa depan perjalanan dan perkembangan pariwisata indonesia di masa mendatang.

Di balik besarnya peluang tersebut, VAY ’92 juga menuntut dan menantang pariwisata Indonesia untuk lebih mawas diri. Artinya, semua peluang tersebut akan sirna tanpa kemauan dan kamampuan memperbaiki atau mendandani, membenahi, dan menyempurnakan diri dari berbagai kekurangan yang ada. Singkat kata, guna meraih peluang tersebut, pariwisata Indonesia dituntut mampu menyediakan obyek atau produk pariwisata yang berkualitas dari berbagai sisi, mulai dari pelayanan, wahana, atraksi, obyek wisata serta penataan lokasi dan prasarana pendukungnya. Dengan demikian, akan sangat mendukung citra pariwisata Indonesia yang lebih baik dari negara lain atau dari keadaan sebelumnya.

Kekurangan yang sangat munkgin dapat mengurangi citra wisata memang relatif kompleks karena banyak faktor yang mempengaruhinya. Namun secara umum dapat dikaitkan pada kemampuan melaksanakan progrm “Sapta Pesona” yang dicanangkan pemerintah. “Sapta Pesona” tersebut antara lain meliputi: Aman, Tertib, Bersih, Sejuk, Indah, Ramah-tamah, dan Kenangan. Mampukah pariwisata Indonesia mewujudkan tujuh butir tersebut dengan sempurna? Inilah tantangan secara umum pariwisata Indonesia dalam upaya mengambil bagian “kue” dalam VAY ’92 sesuai yang diharapkan.

Di sini saya cenderung menyoroti pada kemampuan pariwisata Indnesia dalam mewujudkan butir terakhr dari Sapta Pesona tersebut, yaitu “Kenangan”. Butir ini menurut hemat saya cukup besar tantangannnya. Secara langsung butir ini membutuhkan langkah yang sangat menyeluruh. Mustahil “kenangan” dapat tercipta tanpa terwujudnya 6 (enam) butir Sapta Pesona yang lainnya, yaitu Aman, Tertib, Bersih, Sejuk, Indah, dan Ramah-tamah.

Di sini, pariwisata Indonesia dituntut untuk mampu menjawab semua tantangan guna mewujudkan butir “kenangan” tersebut. Rasa aman, suasana tertib, lingkungan bersih, udara sejuk, dan pemandangan indah, serta pelayanan dan penduduk yang ramah-tamah, adalah dambaan Wisman, sekaligus sebagai kunci jawaban  bagi terwujudnya sebuah “kenangan” bagi wisatawan.

Oleh karena itu, cukup beralasan jika faktor “kenangan” merupakan tujuan utama yang patut dikejar keberhasilannya. Tak pelak jika tujuan itu berhasil terwujud, maka akan besar pengaruhnya bagi kemajuan pariwisata Indonesia. Betapa tidak, dilihat dari satu sisi dalam hal promosi saja misalnya, ternyata “kenangan” adalah senjata paling ampuh untuk mempromosikan pariwisata secara otomatis, dengan biaya murah. Dengan sendirinya, mereka (Wisman) akan bercerita kepada keluarga, kerabat, sahabat, teman, tetangga, kolega dan lainnya tentang kenangan indahnya berlibur di Indonesia. Dari berbagai cerita langsung oleh para Wisatawan itulah akan cukup menambah keyakinan bagi calon wisatawan lainnya, sehingga akan makin menambah jumlah wisatawan baru, maupun wisatawan lama yang akan kembali berwisata ke Indonesia pada kesempatan liburan berikutnya. Nah dengan promosi dari mulut ke mulut inilah yang justeru lebih “mujarab” pengaruhnya dalam menarik jumlah wisatawan yang lebih banyak lagi, dibandingkan dengan bentuk promosi wisata lainnya yang membutuhkan biaya lebih mahal. Di sini, pariwisata Indonesia ditantang untuk mewujudkan semua itu.

Sekarang yang paling mendesak (urgen) bagi pariwisata Indonesia guna meraih semua peluang tersebut adalah mewujudkan jawaban dari berbagai tantangan tersebut. Indonesia harus mampu menciptakan produk pariwisata yang berkualitas, termasuk upaya untuk terus menggali potensi pariwisata yang belum tergarap dengan menyiapkan tenaga profesional dalam mengelola pariwisata Indonesia hingga keberadaannya (pariwisata) mampu memberi arti penting bagi negara.

Tak pelak, bila semua tantangan tersebut mampu dijawab, maka peluang pariwisata Indonesia dalam ikut mengambil bagian dalam VAY ’92 sesuai target, akan terlampaui. Dalam berbagai kesempatan, Menparpostel telah memprediksi bahwa untuk tahun 1992 ini, yang bertepatan dengan VAY ’92 ini, Indonesia ditargetkan akan mampu menggaet Wisman sebanyak 2,5 juta orang. Harapan ini bukan suatu hal yang mustahil atau berlebihan bagi Indonesia. Keberhasilan VIY ’91, serta membaiknya pariwisata dunia dan ASEAN, cukup menunjukkan bukti bagi kemungkinan terlampauinya target tersebut. Kemampuan pariwisata Indonesia dalam menjawab tantangan yang ada, merupakan kunci keberhasilan bagi periwisata Indonesia guna turut mencicipi dan merasakan “kue” VAY ’92 sesuai yang diharapkan.***

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.