“Bala” dan Laba Corona bagi Industri (bagian 4)

Covid-19 Memaksa Banyak Negara Masuk Jurang Resesi, Bagaimana dengan Indonesia?

NADINARASI.COM – PANDEMI Covid-19 telah memaksa berbagai negara menuju jurang resesi ekonomi. Telah banyak negara di berbagai kawasan tidak dapat menghindari terjadinya resesi ekonomi akibat dampak dari pandemi Covid-19 yang amat berat. Bahkan, tidak sedikit negara besar dan maju telah lebih dulu mengalami resesi secara teknikal karena pandemi Covid-19 yang tidak hanya menyerang kesehatan manusia, tapi secara bersamaan juga melemahkan berbagai sendi perekonomian di berbagai sektor industri.

Bacaan Lainnya

Tertekannya berbagai industri baik di sektor jasa maupun manufaktur akibat Covid-19 yang berpotensi memicu resesi ekonomi Indonesia sebagaimana diuraikan pada bagian 2 dan bagian 3 dalam kajian ini, tampaknya telah mendekati kenyataan. Pandemi Covid-19 telah membuat masyarakat dan pelaku usaha terhambat produktivitasnya, bahkan tidak sedikit yang berhenti bekerja dan berusaha, entah untuk jangka waktu berapa lama ke depan.

Oleh karena itu, potensi resesi ekonomi bagi Indonesia bukan suatu kemustahilan. Bahkan posisi Indonesia saat ini tidak berlebihan jika disebut berada pada tubir jurang resesi ekonomi, Ini berarti, Indonesia berpotensi besar secara teknikal ikut terjatuh ke dalamnya, bersama dengan berbagai negara maju dan negara-negara lainnya yang telah lebih dulu mengalami resesi ekonomi.

Resesi dan Negara-negara Maju yang Lebih dulu Mengalami

Resesi ekonomi telah melanda banyak negara

Berbagai negara maju bahkan telah lebih dulu jatuh ke jurang resesi ekonomi, terpicu oleh dampak Covid-19. Selain karena mereka lebih awal terinfeksi Covid-19 dibandingkan dengan Indonesia, juga karena struktur perekonomiannya sebagian dari mereka relatif banyak mengandalkan kegiatan perdagangan internasional sebagai kontributornya. Besarnya dukungan perdagangan internasional terhadap perekonomian, membuat kondisi perekonomian suatu negara relatif lebih mudah tertekan ketika negara-negara lain mengurangi impor, atau terjadi gangguan dalam lalulintas perdagangan internasional.

Dipicu oleh pandemi Covid-19, sampai dengan pertengahan Agustus 2020, sedikitnya telah ada 10 (sepuluh) negara yang lebih dulu masuk jurang resesi ekonomi secara teknikal. Suatu negara dapat dikategorikan mengalami resesi ekonomi secara teknikal, jika mengalami pertumbuhan ekonomi negatif atau terkontraksi setidaknya selama selama 2 (dua) kuartal berturut-turut.

Selain indikator kontraksi pertumbuhan ekonomi, resesi juga ditandai oleh kegiatan produksi atau sektor manufaktur yang menurun, sehingga lapangan kerja,–terutama non-pertanian—berkurang. Indikasi lainnya adalah banyaknya orang kehilangan pekerjaan atau terjadi pemutusan hubungan kerja (PHK) yang mengakibatkan kemerosotan pendapatan riil masyarakat.

Resesi secara umum juga dapat didefinisikan sebagai penurunan secara signifikan aktivitas atau terjadi kelesuan ekonomi secara terus menerus selama berbulan-bulan, atau bahkan selama bertahun-tahun. Namun, jika kontraksi pertumbuhan ekonomi atau kelesuan ekonomi tersebut berlangsung berkepanjangan, maka dapat diartikan negara yang  bersangkutan sudah masuk pada fase atau kondisi depresi.

Secara umum resesi dan depresi mempunyai penyebab yang serupa, namun depresi jangka waktu kontraksi pertumbuhan ekonomi atau kelesuan ekonominya berlangsung relatif lebih lama dibandingkan dengan resesi. Meski demikian, baik resesi maupun depresi tersebut, belum masuk ke dalam kondisi krisis.

Resesi maupun depresi masih memperlihatkan berbagai faktor fundamental yang relatif masih baik. Misalnya inflasi yang masih terkendali atau relatif rendah, sistem perekonomian maupun sisten keuangan negara tidak terganggu, dan faktor politik masih mendukung, serta tidak terjadi gejolak sosial yang berlebihan atau menghawatirkan. Namun untuk rendahnya inflasi akibat lemahnya daya beli masyarakat, juga menjadi kewaspadaan yang dapat membahayakan perekonomian.

Resesi ekonomi biasanya disebabkan oleh faktor fundamental ekonomi yang rapuh. Penyebabnya bisa berupa rezim yang korup, salah kelola pemerintahan, maupun akibat gejolak  politik dan sosial yang tidak terkendali, serta kondisi shock atau luar biasa lainnya. Hal-hal tersebut merupakan sebagian ciri dari kondisi krisis ekonomi yang dapat menyulitkan pemerintah dalam mengatasinya.

Pos terkait