Aksi Mogok dan Masa Depan Pekerja

Pengalaman aksi mogok selama ini boleh dikata bahwa ada atau tidaknya aksi tersebut cenderung disebabkan oleh kondisi perusahaan itu sendiri, baik menyangkut managemen, proses usaha, maupun suasana kerja di perusahaan yang kurang memberi harapan kesejahteraan bagi pekerjanya. Masalahnya belum macem-macem yakni masih saja bermuara pada tuntutan perbaikan nasib yang bersifat normatif, mulai dari upah, jaminan sosial, tunjangan-tunjangan, serta fasilitas-fasilitas lainnya.

Maka sebenarnya hal itu bisa dikatakan masih persoalan internal perusahaan yang sepenuhnya sangat tergantung pada kebijakan perusahaan guna menentukan “merah-hijaunya” tuntutan-tuntutan yang terjadi. Konkretnya, bila perusahaan memperlakukan pekerjanya sebagaimana layaknya, maka dapat dijamin kemungkinan terjadinya aksi mogok relatif tipis, karena inti persoalan berada pada tidak adanya kesepatan saja, sehingga aksi tersebut mereka lakukan hanya sebagai upaya akhir akibat ditemuinya ketidakseimbangan antara hak dan kewajiban.

Bacaan Lainnya

Namun terkadang pengusaha juga dibuat “pusing”. Setelah tuntutan satu diberi “lampu hijau”, lantas merembet pada tuntutan-tuntutan lain tanpa melihat kondisi perusahaan. Meskipun demikian,  juga tidak dapat dibantah bahwa tidak sedikit pengusaha yang masih saja “ingkar” pada ketentuan angka-angka upah pekerja, memperalat pekerja sebagai aset perusahaan untuk menekan biaya produksi serendah mungkin.

Hal tersebut dapat dikatakan sebagai tindakan “pemerasan” yang dengan seenaknya mengatur kadar hidup pekerja. Akibatnya, pekerja tak lagi sempat memikirkan kesejahteraan dan jaminan hidup di masa mendatang. Pekerja terus saja tertekan menjadi ringkih dari posisi yang sebenarnya sudah lemah.

Di sisi lain, mudahnya pengusaha menjatuhkan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) kepada pekerja. Bukan tidak mungkin justeru menjadi faktor utama penyebab aksi mogok dipilihnya sebagai jalan terbaik bagi pekerja. Hal ini membuat pekerja beranggapan “toh kalau kurang rajin sedikit bisa dipecat”.

Oleh karena itu, pekerja benar-benar berjuang menuntut hak-haknya guna diperlakukan sebagaimana mestinya dan memperoleh penghargaan sebagaimana layaknya. Selain itu, bisa terjadi kemungkinan bahwa aksi mogok sengaja “dikipasi” bahkan bisa jadi “didalangi” oleh para korban PHK guna melampiaskan rasa “dendam dan frustasinya” kepada perusahaan. Dengan berbagai cara korban-korban PHK tersebut berusaha menghasut dan “mengompori” para pekerja guna mengacau jalannya produksi.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.