NADINARASI.COM – AKHIR Juni 2021 ini, tepatnya, Sabtu (26/6), Badan Eksekutif Mahasiswa, Universitas Indonesia (BEM UI), melalui akun instagram dan twitter resminya: @BEMUI_Official, menyampaikan kritik kerasnya terhadap Presiden Jokowi dengan julukan “The King of Lip Service”. Tidak tanggung-tanggung, BEM UI juga membeberkan beberapa klaim penilaiannya yang menggambarkan tidak selarasnya antara janji atau ucapan Presiden Jokowi dengan fakta atau tindakannya.
Dalam kritik tersebut diunggah berbagai foto Presiden Jokowi. Bahkan foto Presiden Jokowi diedit menjadi berupa meme yang dilengkapi dengan berbagai narasi kritiknya. Salah satu unggahan kritiknya adalah foto Presiden Jokowi yang diedit dengan latar gambar bibir, dan foto presiden yang ditempel dengan mahkota raja pada bagian kepalanya, dan diberi judul “Jokowi: The King of Lip Service”.
Kritik BEM UI
Dalam unggahannya, BEM UI memberikan narasi kritik yang secara umum menggambarkan bahwa Presiden Jokowi berkali-kali menyampaikan janji manis, namun fakta di lapangan sering tidak selaras dengan janjinya. “Katanya begini, faktanya begitu. Mulai dari rindu didemo, revisi UU ITE, penguatan KPK, dan rentetan janji lainnya. Semua mengindikasikan bahwa perkataan yang dilontarkan tidak lebih dari sekadar bentuk “lip service” semata. Berhenti membual, rakyat sudah mual!” demikian cuitan BEM UI. Leon Alvinda, Ketua BEM UI memberi penjelasan bahwa julukan “King of Lip Service” yang dialamatkan kepada Presiden Jokowi merupakan bentuk kritik terkait dengan banyak pernyataan Jokowi yang tidak sesuai dengan kenyataan.
Salah satu fakta yang dinilai BEM UI tidak selaras dengan janji Presiden adalah Undang-Undang tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). Dalam unggahannya terkait kritik UU ITE, BEM UI memberi judul “UU ITE: Revisi untuk Merepresi (?)”. BEM UI menilai usulan pasal baru dapat merepresi kebebasan berekspresi dengan ditambahkannya pasal karet. Salah satu pasal yang dimaksud adalah pasal 45c.
Sebagaimana diketahui, pasal tersebut berisi tentang pemberitaan bohong yang dapat menimbulkan keonaran di masyarakat. Pasal ini dapat mengancam pidana cukup berat hingga denda miliaran rupiah. Pasal yang akan mengatur tentang pemberitaan bohong ini berpotensi menjadi “pasal karet” yang mudah disalahgunakan, sehingga rawan menjadi “alat” ketidakadilan. Definisi ‘kabar bohong yang menimbulkan keonaran’ banyak mengandung unsur karet, mulai dari definisi ‘kabar bohong’ yang tidak ketat, begitu juga dengan perbuatan yang menimbulkan ‘keonaran di masyarakat’, juga berbahaya. Bisa saja berita “viralkan” meskipun sebenarnya tidak signifikan kadar potensi menimbulkan keonarannya, sehingga bisa menjadi “heboh” di tengah-tengah masyarakat. Hal yang mungkin sepele bisa saja menjerat seseorang yang mugkin tidak ada niat buruk dari informasi yang diunggahnya.
Tidak hanya menyangkut UU ITE. Kritik BEM UI juga menyoroti dinamika yang terjadi pada lembaga pemberantasan korupsi yaitu KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) dengan judul “Katanya Perkuat KPK, tapi Kok?”. BEM UI menilai Jokowi mengumbar janji perkuat KPK. Menurut BEM UI, janji Jokowi yang sebelumnya akan memperkuat KPK, faktanya memperlihatkan hal sebaliknya. Beberapa fakta yang dinilai BEM UI justeru melemahkan KPK adalah mulai dari revisi UU KPK, Kontroversi kepemimpinan Firli Bahuri, hingga alih status pegawai KPK yang semula independen menjadi ASN (Aparatur Sipil Negara).
Pada saat yang sama, BEM UI juga menggunggah kritik lainnya, yaitu kritik terhadap UU Cipta Kerja, atau yang dikenal dengan nama Omnibus Law. Ungguhan terkait hal ini diberi judul “Rakyat Menggugat, Presiden Mencegat”. Dalam hal ini, BEM UI mengkritik bahwa peryataan Jokowi yang meminta agar ketidakpuasan terhadap UU Cipta Kerja dibawa ke MK (Mahkamah Konstitusi), namun tidak sesuai dengan kenyataan di lapangan, karena, menurut BEM UI, Jokowi meminta agar MK menolak semua gugatan tentang UU Cipta Kerja.
Kritik BEM UI lainnya adalah terkait dengan represi ketika melakukan demonstrasi di lapangan, yang tidak sesuai dengan pernyataan Jokowi sebelumnya yang menyatakan bahwa dirinya kangen didemo. Kritik yang diberi judul “Demo Dulu, Direpresi Kemudian” ini, mengemukakan beberapa aksi demonstrasi mahasiswa yang ternyata diwarnai dengan penangkapan demonstran dan kekerasan, seperti demonstrasi ketika memperingati hari buruh (May Day), demonstrasi menolak UU Cipta Kerja, serta demonstrasi memperingati Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas). Di akhir materi unggahannya, BEM UI meminta Jokowi mengakhiri janji-janji manisnya dengan judul “Stop Membual, Rakyat Sudah Mual!!”, yang juga diserta dengan foto Presiden Jokowi dan gambar latar Presiden Jokowi yang diedit.
Berbagai tanggapan terkait dengan kritik BEM UI terhadap Jokowi pun spontan bermunculan dari berbagai pihak yang pro maupun yang kontra, sehingga sempat menimbulkan “kegaduhan”, terutama di jagad media sosial, juga media cetak dan elektronik. Pihak UI, dalam hal ini rektorat pun bereaksi dengan memanggil BEM UI untuk bertemu. UI menilai bahwa unggahan BEM UI tersebut melanggar aturan. Pihak UI mengaku mengharga kebebasan dalam menyampaikan ekspresi berupa aspirasi atau pendapat, dan memang dilindungi oleh undang-undang. Namun, menyampaikan aspirasi harus memperhatikan koridor hukum yang berlaku. Menggunggah kritik dengan gambar meme seorang Presiden Republik Indonesia yang merupakan simbol negara, dinilai pihak UI merupakan cara menyampaikan pendapat yang melanggar berbagai aturan.
Universitas Tidak Perlu Menghalangi
Merespons berbagai kritik pedas dari mahasiswa atau BEM UI tersebut, Presiden Jokowi, menanggapi dengan santai dan diawali dengan senyum. Jokowi merasa sudah lama mendapatkan berbagai kritik yang serupa.
“Itu kan sudah sejak lama ya. Dulu ada yang bilang saya ini klemar–klemer, ada yang bilang juga saya itu plonga–plongo, kemudian ganti lagi ada yang bilang saya ini otoriter, kemudian ada juga yang ngomong saya ini “bebek lumpuh”, dan baru-baru ini ada yang ngomong saya ini Bapak Bipang, dan terakhir ada yang menyampaikan mengenai The King of Lip Service,” ungkap presiden dalam video yang diunggah Sekretariat Presiden, di channel Youtube, pada 29 Juni 2021.
Meskipun demikian, Presiden Jokowi menanggapinya agar Universitas tidak perlu menghalangi ekspresi mahasiswa. “Ya saya kira ini bentuk ekspresi mahasiswa dan ini negara demokrasi, jadi kritik itu ya boleh-boleh saja. Universitas tidak perlu menghalangi mahasiswa untuk berekspresi,” kata Presiden menanggapi kritik keras mahasiswa dari BEM UI tersebut.
Kritik mahasiswa yang dialamatkan pada dirinya, dalam pandangan Presiden Jokowi merupakan hal yang biasa. Kepala Negara hanya menyarankan agar mahasiswa menjaga tata krama dan sopan santun dalam menyampaikan pendapatnya, karena bangsa Indonesia memiliki budaya tatakrama dan juga memiliki budaya kesopan-santunan.
“Mungkin mereka sedang belajar mengekspresikan pendapat, tapi yang saat ini penting, kita semuanya bersama-sama fokus untuk penanganan pandemi Covid-19,” pungkas Jokowi. Selengkapnya terkait dengan tanggapan Presiden Jokowi terhadap kritik mahasiswa atau BEM UI tersebut, dapat disaksikan dalam tautan video berikut ini.