Penyakit Mulut dan Kuku (bagian 1): Fakta dan Dampak Sosial-Ekonomi

Penyakit Kuku dan Mulut yang menyerang Hewan Ternak di Indonesia, kian Mengkhawatirkan.

Masih dari dari data Pusat Krisis PMK tersebut, jenis ternak yang banyak terjangkit, mayoritas adalah sapi, yang mencapai 181,14 ribu ekor. Sedangkan ternak lainnya yang terjangkit, yaitu kerbau sebanyak 2.141 ekor, domba mencapai 696 ekor, kambing sebanyak 654 ekor, dan babi 16 ekor. Total kematiannya sebanyak 921 ekor, sebanyak 905 ekor (98,26 persen) di antara yang mati adalah sapi. Belum lagi ditambah dengan 1.394 ekor yang terpaksa harus dipotong bersyarat terjangkit PMK.  Dari jumlah yang dipotong bersyarat tersebut, sebanyak 1.378 ekor adalah sapi.

Data tersebut sangat mungkin berbeda dengan fakta di lapangan yang bisa jadi lebih parah, terutama jika melihat kepanikan peternak sebagaimana ditayangkan berbagai media audio-visual yang ada. Tidak sedikit peternak panik, bingung, meratapi hewan ternaknya yang mati, dan yang hidup tampak lunglai-kurus tak berdaya akibat PMK yang menyebar luas dengan pesat.

Bacaan Lainnya

Hewan ternak yang paling banyak terjangkit PMK adalah sapi, bahkan mencapai 98,14 persen di antara lima jenis hewan lainnya tersebut. Populasi sapi sebagian besar atau sekitar 97 persen adalah sapi potong, yang sebagian besar berada di Jawa Timur, yaitu mencapai 27,4 persen. Provinsi lainnya dengan populasi sapi potong terbanyak setelah Jawa Timur adalah Jawa Tengah (10,63 persen), Sulawesi Selatan (8,1 persen), Nusa Tenggara Barat (6,9 persen), Nusa Tenggara Timur (5,1), dan Sumatera Utara (5,1 persen).

Kerugian Sosial-Ekonomi

Pesatnya penularan PMK dan besarnya jumlah populasi hewan yang rentan terjangkit PMK tersebut patut menjadi kekhawatiran kita bersama. Karena itu, upaya untuk segera mengendalikan, termasuk dengan vaksinasi tersebut, dapat menjadi perhatian semua pihak.

Dampaknya nyata sangat luas, tidak hanya menyangkut kerugian peternak, tapi juga kegelisahan masyarakat, kerugian perdagangan, termasuk potensi pembatasan ekspor. Dengan demikian, kerugian tidak hanya menimpa masyarakat, tapi juga negara, termasuk biaya pengendalian dan dampaknya pada berbagai sektor atau industri lainnya.

Pesatnya penuluaran PMK tersebut tidak bisa dianggap remah. Ketika rapat kerja dengan Komisi IV DPR RI, pada awal Juni ini, Menteri  Pertanian mengakui, bahwa sebaran PMK terus bertambah dan secara kumulatif ketika itu menjangkiti 40 ribu hewan ternak, Namun Menteri Pertanian menilai jumlah tersebut kecil jika dibandingkan dengan populasinya.

Penilaian Menteri Pertanian yang menganggap kecil jumlah kasus PMK tersebut patut disayangkan, karena kerugian secara ekonomi dan sosial jelas nyata relatif besar. Kerugian sosial cukup luas. Tidak hanya berupa kegelisahan masyarakat baik peternak yang panik dihantui kerugian ekonomi dari terjangkitnya hewan ternaknya. Kegelisahan atau keresahan masyarakat umum lainnya, terutama terkait dengan segera tibanya hari raya Idul Adha yang membutuhkan hewan qurban sehat sesuai dengan syarat sah secara agama, juga tidak bisa diabaikan.

Apalagi menjelang hari raya Idul Adha yang biasanya menjadi momentum tahunan yang ditunggu-tunggu bagi peternak untuk menuai keuntungan, kali ini tidak banyak harapan. Tragisnya, ternak yang banyak terserang adalah sapi yang nilai jualnya relatif tinggi, sehingga kerugian bagi peternak yang mengharap rezeki tahunan dari Idul Adha menjadi beban yang berat secara lahir maupun batin.

Bahkan kekhawatiran umat Muslim terhadap kemungkinan hewan qurban yang tidak sesuai syarat sah karena PMK, juga menjadi beban lain, mengingat perdagangan hewan qurban tidak selalu dapat diawasi gejala PMK-nya dengan mudah di seluruh pelosok tanah air. Jika pemerintah mampu membatasi secara ketat di suluruh wilayah untuk ternak yang terjangkit PMK bergejala berat pun, maka dampak sosial-ekonominya juga muncul berupa kenaikan harga hewan qurban karena jumlahnya yang akan terbatas. 

Dampak sosial lainnya juga terkait dengan kekhawatiran masyarakat memakan daging hewan ternak yang terinfeksi PMK. Di era digital yang liar dengan penyebaran rumor, saat ini beredar aneka informasi simpang siur melalui media sosial, mengenai ketakutan masyarakat memakan daging ternak yang terinfeksi PMK. Meskipun telah dipublikasikan keterangan pemerintah bahwa daging ternak yang terinfeksi PMK dapat dikonsumsi dengan prosedur pemotongan yang ketat  dan menghindari atau memusnahkan bagian tertentu, namun masyarakat tetap dihinggapi kehawatiran.

Konten ini dapat dikutip, atau dipublikasikan ulang, dengan mencantumkan sumber nadinarasi.com