Penyakit Mulut dan Kuku (bagian 2): Dampak Lintas-Sektor dan Langkah Pengendalian

Penyakit Mulut dan Kuku pada Hewan Ternak di Indonesia, Perlu Segera Dikendalikan Penyebarannya.

NADINARASI.COM –  PENYEBARAN Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) kian hari makin luas. Pada bagian 1 telah diuraikan fakta populasi dan penyebaran PMK, serta dampaknya pada bidang sosial dan ekonomi. Pada bagian ini dielaborasi dampak lintas-sektoral dan dampak lebih luasnya, serta upaya pengendalian, dan urgensi vaksinasi, setidaknya terhadap hewan-hewan yang rentan atau peka.

Harus diakui bahwa, dampak yang diakibatkan dari penyebaran PMK yang makin pesat akhir-akhir ini tidak hanya pada sisi sosial dan kerugian materi peternak yang terdampak. Dampak lebih jauh juga pada perekonomian yang lebih luas, bahkan dapat berdampak buruk lintas-sektoral. Untuk meminimalisasi dampak buruk yang lebih parah, maka wabah PMK ini harus ditangani dengan pengendalian secara tuntas, dengan langkah yang cepat dan tepat, termasuk dengan sesegera mungkin melakukan  vaksinasi. Semua langkah beradu cepat dengan penyebaran PMK yang melaju pesat dan terus melesatnya jumlah hewan yang terjangkit.

Bacaan Lainnya

Dampak Lintas-Sektoral

Jika tidak cepat dan tepat dalam pegendalian, maka dampaknya akan meluas ke berbagai sektor, bahkan hingga dapat menimbulkan keraguan dan kekhawatiran negara lain untuk mengimpor produk hewan dari Indonesia. Tentu negara dapat dirugikan dalam berbagai bentuk, setidaknya dari sisi perdagangan global. Ekspor, terutama produk hewan dan makanan dari Indonesia dapat terganggu. Negara lain berpotensi membatasi impor atau setidaknya meningkatkan persyarakatan yang ketat dalam mengimpor produk hewan ternak dari Indonesia.  

Belum lagi dengan stigma terhadap Indonesia yang tidak lagi bebas PMK, maka akan mempersulit perdagangan internasional dalam jangka panjang. Bahkan PMK disebut sebagai wabah yang paling ditakuti dunia karena penyebarannya yang sangat cepat, sehingga sangat mengkhawatirkan bila PMK tidak dapat dikendalikan dengan segera.

PMK dapat mengganggu ekspor produk pertanian/peternakan, karena sangat ditakuti banyak negara. (Gambar: INews.id)

Dampak lebih jauhnya adalah berpengaruh pada berbagai sektor lain. Jika PMK tidak dapat dikendalikan, maka industri lain, seperti industri makanan dapat terpukul karena pasokan daging dan susu yang terganggu. Demikian pula dengan industri perhotelan dan pariwisata yang banyak membutuhkan daging sapi dan hewan ternak lainnya juga dapat menghadapi masalah. Termasuk industri keuangan, bukan tidak mungkin terdampak karena tidak sedikit peternak yang membiayai usahanya dari dana perbankan. Dengan demikian, kemampuan peternak dalam membayar cicilan perbankan bisa terganggu.

Kegiatan usaha yang terdampak secara langsung tentu di bidang peternakan itu sendiri yang dipastikan melemah. Secara luas dapat terjadi penurunan kegiatan usaha peternak terutama terkait dengan melemahnya produktivitas, baik akibat berkurangnya ternak, seperti sapi potong dan sapi perah, kambing, dan hewan ternak lainnya. Melemahkan produktivitas tidak hanya akibat kematian hewan, tapi juga harus ada yang dimusnahkan, serta terganggu atau lambatnya reproduksi (kehamilan dan kelahiran) hewan ternak.

Semua ini memerlukan waktu yang relatif lama untuk kembali pulih. Hal ini pada akhirnya berdampak pada berkurangnya tenaga kerja alias menimbulkan pengangguran, yang juga mempunyai efek buruk berantai pada bidang sosial, serta sektor lain.

Masih relatif banyak jika akan ditelusuri dampak kerugian dari PMK ini, bahkan bisa berdampak jangka panjang. Berbagai kerugian tersebut belum memperhitungkan biaya pengendalian PMK di seluruh Indonesia oleh negara, baik biaya langsung di tingkat hulu maupun tidak langsung di tingkat hilir.

Di hulu yang menyangkut peternak, memerlukan pengendalian yang terukur karena dimungkinkan jenis virusnya berbeda-beda, sehingga penanganannya bisa berbeda pula. Tentu biaya yang harus dikeluarkan untuk pengendalian tidak sedikit.

Di sektor hilir, atau sektor selain pertanian/peternakan, seperti pariwisata, angkutan, dan sektor kesehatan, dapat terdampak buruk karena menurunnya pasokan daging. Pariwisata terdampak setidaknya dari sisi kecukupan pasokan daging dan kekhawatiran konsumsi daging. Sektor angkutan, terdampak setidaknya adanya pembatasan lalulintas hewan antar-daerah/kota. Sedangkan sektor kesehatan juga terdampak dari kurangnya pasokan dan mahalnya harga daging. Dampak lainnya juga dapat sampai pada sektor keuangan terkait kredit perbankan.

Jelaslah bahwa dampaknya lebih jauh dari penyebaran PMK tidak hanya menyangkut kesehatan hewan dan manusia (karena harga daging mahal). Tapi predikat Indonesia sebagai negara bebas PMK tanpa vaksinasi, serta cita-cita swasembada daging pada 2026 akan makin jauh dari harapan, butuh waktu panjang untuk kembali meraihnya.

Penularan dan Langkah Pengendalian

Relatif berat dan banyaknya potensi dampak buruk serta kerugian akibat PMK tersebut memerlukan langkah cepat untuk segera mengendalikan PMK sesegera mungkin, Daya tular PMK yang sangat cepat, dan banyak media penularannya — mirip dengan Covid-19–, menjadi tantangan yang berat. Meski tingkat kematiannya dianggap relatif kecil, tapi tingkat penularanya yang tinggi, menjadi potensi yang besar menimbulkan banyak kerugian multidimensi dengan dampak buruk yang relatif luas.

Penularan PMK tidak hanya secara langsung, tapi juga secara tidak langsung. Secara langsung tentu dengan kontak antar-hewan. Tapi faktor lain seperti tenaga medis hewan, juga bisa menjadi perantara. Misalnya setelah menangani hewan yang yang terjangkit PMK, lalu tidak disadari bergerak ke arah hewan yang sehat dan melakukan suatu kegiatan yang bersentuhan dengan hewan ternak yang rentan tertular, maka dapat menjadi perantara penularan.

Konten ini dapat dikutip, atau dipublikasikan ulang, dengan mencantumkan sumber nadinarasi.com