Mendeteksi Faktor Penghambat Pertumbuhan Bursa Saham

—artikel dokumentasi—

(Artikel ini telah dimuat di Harian Bisnis Indonesia, pada Kamis, 12 Januari 1995)

Bacaan Lainnya
Koran Harian “Bisnis Indonesia”

Perkembangan bursa saham selama 1994 tampaknya tidak sepesat tahun sebelumnya, sehingga sebagian besar indikator bursa saham terhambat menjadi jauh lebih kecil. Bahkan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) selama 1994 menunjukkan pertumbuhan yang negatif.

Berkurangnya pertumbuhan bursa saham tahun lalu sebagian besar dihambat oleh beberapa faktor eksternal di luar kendali bursa, baik yang berasal dari dalam maupun luar negeri. Meskipun dalam tahun ini masih ada sedikit bayangan kelabu yang dapat yang dapat menghambat pertumbuhan bursa saham, akan tetapi tampaknya masih ada harapan bagi bursa saham Indonesia untuk tetap dapat berkembang lebih baik.

Pertumbuhan

Pertumbuhan indikator-indikator busa saham dalam tahun 1994 tampaknya mengalami hambatan sehingga jauh lebih kecil dibandingkan dengan 1993. Pertumbuhan yang membesar hanya terjadi pada jumlah saham dan emiten yang tercatat di bursa. Tetapi indikator lain seperti perdagangan saham, baik totalnya maupun rata-ratanya, serta nilai kapitalisasi pasar, pertumbuhannya mengecil.

Total volume perdagangan saham di Bursa Efek Jakarta (BEJ) selama 1994 mencapai 5,29 miliar saham, atau meningkat dengan 37,68%, padahal pada tahun sebelumnya mampu melonjak 125,29%. Demikian pula dengan nilai perdagangan saham tahun lalu (1994) hanya Rp 25,48 triliun atau tumbuh 33,52%. Ini  berarti pertumbuhannya lebih kecil dibandingkan dengan pertumbuhan dalam 1993 yang mampu mencapai 139,98%.

Perkembangan yang sama terjadi pada rata-rata perdagangan saham harian. Dalam 1994, volume perdagangan saham per hari mencapai 21,60 juta. Ini berarti rata-rata volume (perdagangan saham) per hari selama tahun lalu (1994) hanya meningkat 38,25%. Sedangkan rata-rata nilai perdagangan saham per hari hanya naik 34,66%, padahal dalam tahun sebelumnya masing-masing melonjak 126,20% (rata-rata volume perdagangan), dan 140,95% (rata-rata nilai perdagangan).

Perkembangan yang mengecil tersebut bukan hanya terjadi pada perdagangan saham, melainkan juga terjadi pula pada nilai kapitalisasi pasar saham (NKPS). Pada akhir Desember 1994, NKPS di BEJ tercatat Rp 103,84 triliun, atau tumbuh 49,84%. Pertumbuhan ini terlihat jauh lebih kecil bila dibandingkan dengan tahun sebelumnya yang mencapai 179%.

Pertumbuhan NKPS yang mengecil ini sangat ironis dengan perkembangan jumlah saham dan emiten yang meningkat selama 1994, yaitu bertambah dengan 47 perusahaan menjadi 217 emiten pada akhir Desember 1994, atau  meningkat 12,42%. Demikian pula dengan saham yang tercatat di BEJ, pada akhir Desember 1994 mencapai 23,85 miliar saham atau meningkat 143,7%, padahal pada tahun sebelumnya hanya (bertambah) 56,50%.

Kenyataan yang terbalik ini dipicu oleh kelesuan yang melanda bursa saham sehingga menyebabkan penurunan harga saham yang diperdagangkan. Kalau harga saham tidak banyak yang terkoreksi, hampir pasti NKPS akan terdorong lebih kuat. Penurunan harga saham itu tampak jelas pada pertumbuhan negatif yang menimpa IHSG. Selama 1994, IHSG terkikis sedalam 122,375 poin, menjadi  469,640 poin pada akhir Desember 1994.