“BALA” dan LABA Corona bagi Industri (bagian 2)

Mayoritas atau 90 persen  hotel di Bali juga sudah merumahkan karyawannya. Berbagai objek wisata di berbagai wilayah tutup termasuk tempat wisata ternama seperti Candi Borobudur (juga Prambanan, Ratu Boko serta Teater dan Pentas Ramayana) dan Raja Ampat juga tidak luput dari kebijakan penutupan untuk menghindari penyebaran Covid-19. Akibatnya, potensi devisa Indonesia yang hilang dari sektor pariwisata relatif besar, yaitu diperkirakan mencapai 140 triliun Rupiah untuk tahun 2020 ini, atau separuh dari total devisa yang diraih tahun sebelumnya (2019) yang mencapai 280 triliun Rupiah.

Namun jika pandemi Covid-19 telah dapat diatasi, maka sektor pariwisata dan turunannya, diperkirakan sektor ini juga akan menjadi yang pertama kali bangkit. Kejenuhan masyarakat yang terlalu lama terkungkung di rumah selama pandemi Covid-19 segera memerlukan penyegaran kembali atau refreshing, sehingga berbagai tempat wisata, hiburan, kuliner, dan tempat atau aktivitas menyenangkan lainnya akan menjadi tujuan pertama untuk mengatasi berbagai kejenuhan, kesuntukan, dan keterbatasan aktivitas masyarakat yang selama ini terpaksa dialaminya.

Bacaan Lainnya
Industri Transportasi: Semua Moda Tertekan

Di Industri Transportasi, dampak negatifnya akan cukup berat. Semua moda transportasi tertekan dengan tipikal permasalahan yang berbeda-beda. Mobilitas masyarakat yang cenderung berkurang, baik karena ketakutan tertular Covid-19, maupun berkurangnya aktivitas ekonomi, kebijakan pemerintah berupa penutupan berbagai tempat wisata, kebijakan social/physical distancing, serta kebijakan PSBB, menekan kuat turunnya kegiatan transportasi, mulai kereta api, bus jarak dekat/jauh,minibus, taksi, hingga transportasi dan ojek online (yang bermuatan penumpang). Ditambah lagi dengan larangan pulang kampung menjelang hari raya (Mudik), maka muatan penumpang juga mengalami penurunan drastis.

Pada pertengahan April 2020, Kamar Dagang dan Industri (KADIN) mencatat  pendapatan dunia usaha di sektor transportasi anjlok antara 25 persen-50 persen sejak Covid-19 menyebar di tanah air pada awal Maret 2020. Masing-masing moda transportasi, baik darat, udara, maupun laut memiliki tipikal yang berbeda terkait dengan kerugian yang dideritanya.

Semua moda transortasi mengalami penurunan.

Untuk transportasi darat, Organisasi Angkutan Darat (Organda) melaporkan bahwa kerugian di sektor transportasi darat sudah dirasakan sejak kasus positif virus corona pertama kali ditemukan di Indonesia awal Maret 2020. Ketika itu, jumlah penumpang angkutan darat turun drastis karena banyak masyarakat menunda perjalanannya.

Penurunan itu bahkan diklaim menyentuh 90 persen. Secara umum, Organda menghitung terdapat potensi kerugian hingga 11 triliun Rupiah, jika seluruh moda transportasi darat berhenti beroperasi dalam satu bulan.  Kerugian tersebut meliputi angkutan penumpang darat seperti AKAP (antar-kota antar-provinsi), AKDP (antar-kota dalam provinsi), angkutan pariwisata, angkot, maupun taksi. Kondisi paling berat dialami oleh jenis angkutan darat bus pariwisata karena sejak awal kasus corona merebak, hampir seluruh tempat wisata ditutup yang menyebabkan aktivitas pariwisata anjlok tajam, bahkan mati suri.

Tidak hanya kegiatan transportasi penumpang jalur darat yang menurun, seiring dengan penurunan aktivitas ekonomi, maka aktivitas transportasi barang juga menyusul mengalami pelemahan muatan. Untuk angkutan barang jalur darat penurunannya sekitar 40-50 persen.

Kondisi merugi juga dialami oleh moda transportasi udara. Sebagaimana dilaporkan oleh Indonesia National Air Carrier Association (INACA), telah terjadi pelemahan aktivitas penerbangan periode Januari-April 2020 di empat bandara besar di Indonesia, (Jakarta, Bali, Medan, dan Surabaya) yang mencapai 45 persen untuk penerbangan internasional. Sedangkan untuk penumpang domestik, kemerosotannya mencapai 44 persen.

Pos terkait